OA adalah gangguan muskuloskeletal yang umum terjadi pada orang tua, baik wanita maupun pria. Prevalensi OA menunjukkan sebanyak 29,5% pada usia 25 tahun ke atas beresiko mengalami OA. Sedangkan sebanyak 35% wanita dan pria usia 69 tahun keatas memiliki OA di lutut. Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit yang cukup kompleks dan multifaktorial yang menyebabkan perubahan struktur pada tulang rawan artikular. Multifaktorial pada OA disebabkan oleh banyak faktor termasuk diantaranya hilangnya tulang rawan, hipertrofi tulang dan penebalan kapsul tulang (Nguyen, 2014).

OA dapat terjadi disebabkan oleh berbagai faktor pemicu diantarnya faktor lokal seperti, cidera sendi/trauma, obesitas, pekerjaan, aktivitas fisik/olahraga dan faktor sistemik seperti usia, jenis kelamin, hormon, genetik, dan pola makan (Ashkavand dkk, 2013). Gambaran klinis OA yang muncul ditandai dengan munculnya nyeri, kaku, pembengkakan dan gerak yang terbatas di sekitar persendian yang mengalami OA. Pengobatan yang ada untuk OA selama ini hanya berfokus pada pengurangan rasa sakit dari gejala yang timbul tetapi tidak memperbaiki struktur tulang rawan artikular dan jaringan di sekitarnya yang mengalami degenerasi (Brown dkk., 2019).

Pengobatan yang biasa dilakukan adalah injeksi Hyaluronic Acid (HA) eksogen yang dapat mengurangi gejala OA melalui beberapa jalur termasuk penghambatan enzim kondrodegradatif dan proses inflamasi, stimulasi metabolisme kondrosit, dan sintesis komponen matriks tulang rawan artikular (Goldberg dan Buckwalter, 2005).

Namun, pengobatan HA juga mengalami beberapa keterbatasan diantaranya biayanya yang cukup mahal, adanya inkonsistensi dalam sejumlah uji klinis, dan efek pemberian HA cukup lama terlihat (Hochberg, 2012).

Mesenchymal Stem Cell (MSC) merupakan sel multipotensi yang dapat berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel. MSC dapat mengatur respon inflamasi dan melepaskan biomolekul dari sinyal parakrin yang akan mempengaruhi proses migrasi dan proliferasi sel. Pertumbuhan MSC dalam media kultur mengeluarkan berbagai senyawa bioaktif seperti sitokin, faktor pertumbuhan, mikro RNA, proteosom, eksosom yang bertindak sebagai agen perbaikan jaringan melalui mekanisme pensinyalan parakrin (Maxson dll: 2012).

ProSTEM sebagai laboratorium penyimpanan dan pengolahan Stem Cell di Indonesia bekerja sama dengan dr. Yanuarso, Sp.OT sebagai salah satu dokter spesialis Orthopaedi di RSPAD Gatot Soebroto untuk melakukan uji klinis untuk melihat potensi Stem Cell untuk terapi pengobatan  Osteoarthritis.

Daftar Pustaka

Ashkavand Z., Hassan M., & Bannikuppe S.V. (2013). The pathophysiology of Osteoarthritis. Journal of Pharmacy Research: r13-r14.

Brown M., Scholes C., Hafsi H., Marenah M., Li J., & Hassan F. (2019). Efficacy and safety of culture-expanded, mesenchymal stem/ stromal cells for the treatment of knee osteoarthritis: a systematic review protocol.

Goldberg V.M. & Buckwalter J.A. (2005). Hyaluronans in the treatment of Osteoarthritis of the knee: evidence for disease-modifying activity. Osteoarthritis Cartilages 13: 216-224.

Hochberg M.C. (2012). American college of rheumatology 2012 recommendations foe the use of nonpharmacologic and pharmacologic therapies in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care Res (Hoboken) 64(4): 465-474.

Maxon S., Lopez E., Yoo A., Danilkovitch-Miagkova A., & LeRoux MA. (2012). Concise review: role of mesenchymal stem cells in wound repair. Stem cells Transl. Med. 1: 142-149.

Nguyen T (2014). Osteoarthritis in Southeast Asia. Int. J. Clin. Rheumatol . 9(5): 405-408.

Sirosis adalah tahap lanjut dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan fibrosis dan rusaknya struktur hati. Secara global, diperkirakan lebih dari 50 juta penduduk di dunia terkena penyakit hati kronis, dan tiga penyebab tersering sirosis adalah alkohol, non-alcoholic steatohepatitis (NASH), dan hepatitis virus (Sarin & Maiwal, 2017). Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 257 juta orang di dunia mengidap hepatitis B dan 20-30% yang mengidap infeksi kronik akan berkembang menjadi sirosis dan atau kanker hati (WHO, 2017). Hingga saat ini, tatalaksana pasien yang telah mengidap sirosis terbatas dan transplantasi hati adalah satu-satunya terapi definitif pada pasien sirosis maupun kanker hati. Namun langkah tersebut memiliki beberapa kendala, diantaranya yaitu terbatasnya donor, komplikasi yang ditimbulkan pasca operasi, rejeksi imun, dan tingginya biaya medis (Eom et al., 2015; Shi et al., 2012). Beberapa inovasi dalam bidang terapi mulai bermunculan untuk mengatasi hal tersebut, terutama yang sudah jatuh dalam sirosis dekompensata dan karsinoma sel hati.

Potensi peran sel punca mesenkimal pada sirosis

(sumber: Eom et al., 2015)

Terapi sel menggunakan sel punca mesenkimal/mesenchymal stem cell (MSC) telah banyak dipelajari sebagai upaya pengembangan strategi alternatif untuk masalah tersebut. MSC dikatakan menjadi sumber terapi sel potensial karena kemampuannya untuk berkembang menjadi sel lain dan memiliki fungsi yang beragam, seperti anti fibrosis, meningkatkan regenerasi hepatosit, memperbaiki fungsi hati dan anti inflamasi. MSC memiliki imunogenisitas yang rendah dan efek imunomodulator sehingga dapat mengurangi penolakan imun. MSC juga diketahui resisten terhadap reactive oxygen species (ROS) secara in vitro, mengurangi stress oksidatif pada tikus, dan mempercepat pertumbuhan hepatosit setelah kerusakan hati. Tali pusat manusia merupakan sumber MSC yang menjanjikan. Hal tersebut karena tali pusat merupakan “limbah” dari persalinan sehingga prosedur pengambilan tali pusat tidak menyakitkan dan tidak melanggar etik. Menurut Zhao dkk, MSC dari tali pusat lebih baik karena usia jaringan masih muda dan tingkat infeksi rendah dibandingkan dengan MSC dari jaringan dewasa (Wang et al., 2016).

Saat ini, ProSTEM bersama tim peneliti dr Chyntia Olivia MJ, Sp.PD-KGEH, PhD sedang melaksanakan rekrutmen uji klinis berjudul “UJI FASE I/II TRANSPLANTASI ALLOGENEIC UMBILICAL CORD MESENCHYMAL STEM CELL PADA PASIEN SIROSIS AKIBAT HEPATITIS B” di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat dengan nomor surat lolos kaji etik: 0097/UN2.F1/ETIK/2018. diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pelayanan dalam bidang hepatologi, terutama dalam bidang terapi sirosis. Untuk kriteria penelitian dan pendaftaran dapat mengakses pada link dibawah berikut;

Referensi

Sarin SK, Maiwall R. Global burden of liver disease: a true burden on health sciences and economies [article on internet]. Cited on October 30, 2017 at 10.14. Available at http://www.worldgastroenterology.org/publications/e-wgn/e-wgn-expert-point-of-view-articlescollection/global-burden-of-liver-disease-a-true-burden-on-health-sciences-and-econom

World Health Organization. Hepatitis B [article from internet]. July 2017 [cited on October 30, 2017, at 10.59]. Available from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/

Eom YW, Kim G, Baik SK. Mesenchymal stem cell therapy for cirrhosis: present and future perspectives. World J Gastroenterol. 2015;21(36): 10253-61. 5. Shi M, Zhang Z, Xu R, Lin H, Fu J et al. Human mesenchymal stem cell transfusion is safe and improves liver function in acute-on-chronic liver failure patients. Stem Cells Transl Med. 2012;1(10): 725-31

Wang Y, Yu X, Chen E, Li L. Liver-derived human mesenchymal stem cells: a novel therapeutic source for liver diseases. Stem Cell Research & Therapy. 2016; 7:71.

Stroke iskemik adalah kondisi dimana terdapat satu sumbatan atau lebih pada pembuluh darah di otak, sumbatan tersebut mengakibatkan kematian pada sel otak karena aliran darah tidak lancar (Chugh, 2019).

Sel-sel otak mengalami kematian karena tidak mendapatkan suplai oksigen akibat aliran darah yang tersumbat. Kematian sel ini dapat mengakibatkan kecacatan. Stroke iskemik adalah penyebab kematian nomor 2 di dunia, serta menyebabkan kecacatan bagi penderitanya. Di Indonesia, stroke merupakan salah satu penyebab kematian terbayak, di mana  prevalensi stroke di Indonesia adalah sebesar 12,1 per 1000 penduduk (Riskesdas, 2018).

Pengobatan standar stroke iskemik disesuaikan dengan keparahan dan lokasi terjadinya sumbatan pembuluh darah pada otak. Perlakuan pertama yang dilakukan adalah tindakan reperfusi atau melancarkan kembali aliran darah melalui konsumsi obat seperti R-TPA (Recombinant- Tissue Plasminogen Activator). Reperfusi bertujuan untuk menghancurkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Namun reperfusi ini memiliki keterbatasan karena hanya efektif pada stroke iskemik kurang dari 4,5 jam sehingga hanya kurang 5 % kasus yang menjadi kandidat R-TPA ini (Fonarow et al, 2011).

Jenis terapi yang beberapa tahun akhir ini mendapat perhatian karena efektivitasnya adalah terapi sel punca (stem cell). Stroke iskemik sendiri dapat diobati dengan terapi sel punca melalui induksi pembentukan sel-sel otak baru dan juga dapat menyediakan faktor neurotropik yang akan mengurangi inflamasi/peradangan pada otak (Cunningham et al., 2018). Salah satu jenis sel punca yang dapat menjadi pilihan adalah Mesenchymal Stem Cell (MSC).

MSC dapat berasal dari jaringan tali pusat manusia, atau biasa disebut Umbilical Cord Mesenchymal Stem Cells (UC-MSC). UC-MSC dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel spesifik seperti neuron (sel otak). Maka, diprediksikan bahwa penggunaan UC-MSC dapat mendukung pembentukan neuron baru untuk menggantikan neuron yang mati akibat stroke. Diharapkan bahwa neuron baru tersebut dapat mengembalikan fungsi-fungsi motorik yang hilang akibat stroke (Cunningham et al., 2018). Selain MSC, media pertumbuhan sel punca atau disebut juga sebagai Conditioned Medium (CM) juga berpotensi untuk terapi stroke iskemik karena menghasilkan molekul-molekul yang sama dengan MSC, walau efeknya tidak bertahan sepanjang MSC.

            Saat ini, ProSTEM bersama tim peneliti dr. Muhammad Agus Aulia, SpBS sedang melaksanakan uji klinis berjudul “Induksi Neurogenesis dengan Kombinasi Conditioned Medium dan Umbilical-derived Mesenchymal Stem Cell sebagai Strategi Baru untuk Stroke Iskemik” di Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta Pusat dengan nomor surat lolos kaji etik: 23/III/KEPK/2022 diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pelayanan dalam bidang neurologi, terutama dalam bidang terapi stroke. Untuk kriteria penelitian dan pendaftaran dapat mengakses pada link berikut:

https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdbdXDl0f03Qx1cAHrPf02r2PmpwtR7AschXOcGRexuNWEEDA/viewform?usp=pp_url

 

Daftar Pustaka:

  1. Chugh C. (2019). Acute Ischemic Stroke: Management Approach. Indian journal of critical care medicine : peer-reviewed, official publication of Indian Society of Critical Care Medicine23(Suppl 2), S140–S146. https://doi.org/10.5005/jp-journals-10071-23192
  2. Cunningham, C. J., Redondo-Castro, E., & Allan, S. M. (2018). The therapeutic potential of the mesenchymal stem cell secretome in ischaemic stroke. Journal of cerebral blood flow and metabolism : official journal of the International Society of Cerebral Blood Flow and Metabolism38(8), 1276–1292. https://doi.org/10.1177/0271678X18776802
  3. Fonarow GC, Smith EE, Saver JL, Reeves MJ, Bhatt DL, Grau-Sepulveda MV, et al. 2011. Timeliness of Tissue-Type Plasminogen Activator Therapy in Acute Ischemic Stroke: Patient Characteristics, Hospital Factors, and Outcomes Associated With Door-to-Needle Times Within 60 Minutes. Circulation. 123 (7) :750–8.
  4. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). (2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf

Retinitis pigmentosa adalah penyakit herediter yang menyerang retina, terutama fotoreseptor sel batang, dan dapat berakibat pada kebutaan (Hamel, 2006). Penyakit yang banyak diderita penderita berusia muda ini bersifat progresif dan belum dapat disembuhkan. Gejala klinis retinitis pigmentosa berupa penurunan lapang pandang disertai penurunan kemampuan fungsi fotoreseptor hingga dapat berujung pada kebutaan.

Retinitis pigmentosa merupakan kelainan yang memiliki variasi yang tinggi. Beberapa pasien mengalami penurunan visual sejak anak-anak, namun ada pasien yang tidak menunjukkan gejala hingga usia dewasa. Gejala penurunan penglihatan terjadi karena adanya kematian dua tipe fotoreseptor yaitu, fotoreseptor batang dan fotoreseptor kerucut secara bertahap (Hartong et al., 2006).

Gambar 1. Gambaran retina orang sehat dan pasien retinitis pigmentosa
(Hartong et al., 2006)

Tatalaksana atau penanganan pada pasien dengan retinitis pigmentosa saat ini hanya ditujukan untuk menjaga kualitas hidup penderita dan memperlambat proses kerusakan retina dengan memberikan alat bantu penglihatan seperti kacamata, anjuran untuk tidak merokok, mengkonsumsi makanan kaya akan lutein dan vitamin A, serta menghindari paparan sinar matahari secara langsung ke mata (Smith et al., 2012).  Pemberian suplemen vitamin A maupun lutein dipercaya dapat mencegah proses degenerasi pada retina karena mempunyai efek antioksidan. Namun terapi suplemen tersebut juga masih diperdebatkan kemaknaannya dalam memperbaiki klinis penderita penyakit degenerasi retina, termasuk retinitis pigmentosa.

Dalam perkembangan terkini, studi-studi penggunaan sel punca mesenkimal alogenik mulai dilakukan. Salah satu alternatif pilihan sel punca alogenik adalah sel punca mesenkimal berasal dari tali pusat bayi.  Kelebihan dari jenis sel punca mesenkimal tali pusat ini yaitu proses pengambilan jaringan tidak invasif, kemampuan self-renewal yang tinggi, kemampuan parakrin dan imunomodulasi yang signifikan. Selain itu sel punca mesenkimal dari tali pusat menunjukkan nilai human leukocyte antigen-II (HLA-II) dan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I yang rendah, sehingga meminimalkan risiko penolakan saat transplantasi (Sriramulu et al., 2018). Sel punca mesenkimal tali pusat dapat mengatur respon inflamasi dan melepaskan biomolekul dari sinyal parakrin yang dapat menstimulasi epitel pigmen pada retina atau mengeluarkan faktor tropik yang mirip dengan faktor tropik yang dikeluarkan oleh retinal pigment epithelium (RPE) (Maxson et al., 2012; Han et al.,2020; Ozmert & Arslan, 2020).

ProSTEM bekerja sama dengan dr. Muhammad Bayu Sasongko, Sp.M, M.Epid, PhD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan Dr. dr. Cosmos O. Mangunsong, SpM(K) di RS Mata Jakarta Eye Center untuk melakukan uji klinis untuk melihat potensi stem cell untuk terapi pengobatan Retinitis Pigmentosa. Jika Anda bersedia untuk mengikuti penelitian ini, dapat membaca kriteria rekrutmen pasien yang tertera pada link https://forms.gle/bVC8qZwMRskpHuGf9

Daftar Pustaka

Hamel Christian. (2006). Review: Retinitis Pigmentosa. Orphanet Journal of Rare Disease. (40)12.

Han, D., Zheng, X., Wang, X., Jin, T., Cui, L. and Chen, Z. (2020). Mesenchymal Stem/Stromal Cell-Mediated Mitochondrial Transfer and the Therapeutic Potential in Treatment of Neurological Diseases. Stem Cells International. doi: 10.1155/2020/8838046.

Hartong, D.T., Berson, E.L., and Dryja, T.P. (2006). Retinitis pigmentosa. Lancet, 368: 1795–809

Özmert, E. and Arslan, U. (2020). Management of retinitis pigmentosa by Wharton’s jelly derived mesenchymal stem cells: preliminary clinical results. Stem Cell Research & Therapy, 6, pp. 1–16

Smith Henry B, Chandra Aman, Zambarakji Hadi. (2012). Grading Severity in Retinitis Pigmentosa Using Clinical Assesment, Visual Acuity, Perimetry, and Optical Coherence Tomgraphy. International Ophtalmology. 23-30

Sriramulu, S., Banerjee, A., Di Liddo, R., Jothimani, G., Gopinath, M., Murugesan, R., Pathak, S. (2018). Concise Review on Clinical Applications of Conditioned Medium Derived from Human Umbilical Cord-Mesenchymal Stem Cells (UC-MSCs). International journal of hematology-oncology and stem cell research, 12(3), 230–234.

Jika Anda bersedia untuk mengikuti penelitian ini, dapat membaca kriteria rekrutmen pasien yang tertera pada link https://forms.gle/bVC8qZwMRskpHuGf9

Pendaftaran Uji Klinis Cerebral Palsy (CP)
Pendaftaran Uji Klinis Osteoarthritis (OA)
Pendaftaran Uji Klinis Liver Cirrhosis (LC)
Pendaftaran Uji Klinis Stroke
Pendaftaran Uji Klinis Retinitis Pigmentosa (RP)