Apa saja yang harus dipantau untuk memastikan sel punca yang disimpan selama bertahun-tahun tetap aman setiap waktunya?
Saat ini, penggunaan stem cell atau sel punca dalam aplikasi klinis sudah diterapkan secara luas untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif. Di Indonesia sendiri sudah banyak rumah sakit dan dokter yang telah menggunakan stem cell untuk terapi berbagai jenis penyakit dengan berbagai metode terapi. Meskipun kebanyakan terapi stem cell alogenik dan autologous dilakukan dengan injeksi stem cell yang fresh dari hasil kultur in-vitro, stem cell juga dapat disimpan untuk digunakan di lain waktu dengan cara penyimpanan dalam tanki kriogenik berisi nitrogen cair yang suhunya mencapai -196°C. Teknik penyimpanan stem cell dengan suhu sangat rendah ini dikenal dengan istilah kriopreservasi. Dengan metode penyimpanan yang tepat, stem cell yang dikriopreservasi dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan bahkan tak terbatas1.
Kriopreservasi sel punca menjadi salah satu metode krusial yang dapat membantu mempermudah aplikasi klinis sel punca untuk berbagai jenis terapi. Kriopreservasi memfasilitasi transpotasi sel punca yang lebih stabil dan lebih aman dalam keadaan beku. Selain itu, dengan dikembangkannya berbagai metode kriopreservasi yang semakin canggih, proses Cell Banking ini dapat memfasilitasi laboratorium sel punca untuk memastikan ketersediaan sel yang disimpan dalam keadaan stabil untuk terapi degeneratif pada pasien tanpa harus menunggu waktu kultur in-vitro di laboratorium2,3,4. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa sel punca yang disimpan tetap aman dan dapat mempertahankan kualitasnya, proses kriopreservasi dan pemantauan rutin setelah sel punca dikriopreservasi menjadi salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan.
Stem cell, baik alogenik maupun autologous, dapat dikriopreservasi tanpa merusak kualitas selnya dengan cara menambahkan cryoprotectant agents sebelum sel dibekukan secara bertahap. Cryoprotectant ini dapat membantu sel punca untuk tetap menjaga tekanan osmotiknya saat dibekukan, sehingga dapat meminimalkan penurunan viabilitas sel saat proses kriopreservasi. Preservasi sel punca sebelum disimpan dalam tanki kriogenik bersuhu rendah juga harus dilakukan secara bertahap, atau dikenal juga dengan metode Controlled-Rate Freezing. Saat ini, ProSTEM sudah menerapkan metode tersebut dalam proses Cell Banking, baik untuk stem cell alogenik maupun autologous. ProSTEM juga didukung dengan instrumen kriopreservasi yang canggih seperti Controlled-Rate Freezer juga tanki kriogenik yang dipantau 24 jam secara rutin guna mempertahan kualitas dan keamanan penyimpanan stem cell untuk jangka waktu yang lama.
Selain dari proses dan teknik kriopreservasi selnya, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan selama sel punca disimpan dalam tanki kriogenik. Parameter-parameter kritis ini berkaitan dengan kualitas, kuantitas, serta keamanan sel punca untuk penyimpanan dalam jangka waktu yang lama, sehingga pemantauannya harus rutin dilakukan untuk memastikan sel punca tetap aman untuk disimpan. Parameter kritis yang diamati juga ditentukan berdasarkan jenis sel punca yang disimpan, sehingga parameter yang dipantau untuk sel punca mesenkimal (Mesenchymal Stem Cells) dengan sel mononuclear (Mononuclear Cells) yang diisolasi dari darah tali pusat. Pemantauan parameter kritis dari sel punca yang dikriopreservasi disebut juga dengan istilah Post-Thaw Assessmen5.
Post-Thaw Assesment dilakukan dengan cara men-thawing atau mencairkan sel punca yang telah disimpan dalam tanki kriogenik dengan waktu penyimpanan tertentu untuk kemudian diobservasi di laboratorium. Proses thawing juga menjadi salah satu faktor kritis yang menentukan kualitas sel setelah kriopreservasi. Jika thawing sel punca dilakukan dengan teknik yang benar dan dilakukan sesegera mungkin setelah sel dikeluarkan dari tanki kriogenik, maka viabilitas sel dapat dipertahankan6. Parameter utama yang diamati dalam Post-Thaw Assessment untuk MSC diantaranya adalah:
- Jumlah dan viabilitas sel setelah thawing;
- Persentase cell recovery setelah disimpan;
- Population Doubling Level (PDL) dari MSC yang di-thawing, serta
- Post-Thaw Sterility
Sementara itu, parameter utama yang diamati dalam Post-Thaw Assessment untuk MNC yang diisolasi dari darah tali pusat terdiri atas pemeriksaan berikut:
- Post-Thaw White Blood Cell (WBC) Count;
- Post-Thaw Total Nucleated Cell (TNC) Count;
- Post-Thaw CD34+;
- Post-Thaw Viability;
- Post-Thaw Recovery, meliputi persentase recovery untuk TNC, CD34+ dan Viability;
- Post-Thaw Sterility
Post-thaw viability adalah salah satu parameter yang paling umum diukur dalam Post-Thaw Assessment untuk sel punca. Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menghitung viabilitas sel, yaitu dilusi dengan Tryphan Blue, flowcytometry, dan pengamatan dengan mikroskop fluorescent. Pada umumnya, sel punca yang dikriopreservasi menggunakan 10% DMSO memiliki nilai viabilitas sel post-thawing yang lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi kriopreservasi sel punca yang lain5. Jika post-thaw viability dari sel punca tinggi, maka persentase recovery selnya pun kemungkinan akan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa proses kriopreservasi tidak menurunkan kualitas sel punca yang disimpan dan tidak dipengaruhi oleh lama waktu penyimpanan selnya.
Beberapa parameter lainnya yang juga dapat ditambahkan dalam Post-Thaw Assessment diantaranya adalah pengamatan morfologi sel setelah dikultur, pengamatan aktivitas metabolik sel, cell attachment and migration, potensi diferensiasi sel, sekresi parakrin, Colony Forming Unit ability, laju apoptosis, potensi angiogenesis, dan potensi immunomodulatory5. Namun, beberapa parameter ini tidak banyak dilakukan dalam post-thaw assessment pada umumnya, kecuali jika hasil observasi dari parameter-parameter tersebut memang dibutuhkan untuk tujuan tertentu.
ProSTEM sebagai salah satu laboratorium pengolahan dan penyimpanan sel punca melakukan Post Thaw Assessment setiap enam bulan sekali dengan mengamati parameter-parameter utama sesuai dengan yang telah disebutkan diatas. Selain itu, pemantauan suhu tanki kriogenik dilakukan selama 24 jam setiap harinya, sehingga kondisi suhu dan ketersediaan nitrogen cair untuk tanki kriogenik bisa tetap terpantau. Hasil post thaw assessment dan monitoring juga rutin diinformasikan kepada klien, sehingga klien bisa mengetahui bahwa kondisi sel punca yang disimpan di ProSTEM selalu terjaga kualitas dan keamanannya. Dengan demikian, baik klien autologous maupun pasien terapi alogenik dapat mengetahui kualitas dan keamanan sel punca yang disimpan di ProSTEM.
References
[1] Jens O.M. Karlsson, Mehmet Toner. Long-term storage of tissues by cryopreservation: critical issues. Biomaterials, Volume 17, Issue 3, 1996, Pages 243-256. https://doi.org/10.1016/0142-9612(96)85562-1
[2] Woods EJ, Thirumala S, Badhe-Buchanan SS, Clarke D, Mathew AJ. Off the shelf cellular therapeutics: factors to consider during cryopreservation and storage of human cells for clinical use. Cytotherapy. 2016;18(6):697–711. https://doi.org/10.1016/j.jcyt.2016.03.295
[3] Coopman K. Large-scale compatible methods for the preservation of human embryonic stem cells: current perspectives. Biotechnol Prog. 2011;27(6):1511–21. https://doi.org/10.1002/btpr.680
[4] Marquez-Curtis LA, Janowska-Wieczorek A, McGann LE, Elliott JAW. Mesenchymal stromal cells derived from various tissues: biological, clinical and cryopreservation aspects. Cryobiology. 2015;71:181–97. https://doi.org/10.1016/j.cryobiol.2015.07.003
[5] Bahsoun, S., Coopman, K. & Akam, E.C. The impact of cryopreservation on bone marrow-derived mesenchymal stem cells: a systematic review. J Transl Med 17, 397 (2019). https://doi.org/10.1186/s12967-019-02136-7
[6] Bissoyi A, Nayak B, Pramanik K, Sarangi SK. Targeting cryopreservation-induced cell death: a review. Biopreserv Biobank. 2014;12(1):23–34. https://doi.org/10.1089/bio.2013.0032