[fusion_builder_container hundred_percent=”no” equal_height_columns=”no” hide_on_mobile=”small-visibility,medium-visibility,large-visibility” background_position=”center center” background_repeat=”no-repeat” fade=”no” background_parallax=”none” parallax_speed=”0.3″ video_aspect_ratio=”16:9″ video_loop=”yes” video_mute=”yes” border_style=”solid” flex_column_spacing=”0px” type=”flex”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_color=”” border_style=”solid” border_position=”all” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding_top=”” padding_right=”” padding_bottom=”” padding_left=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”small-visibility,medium-visibility,large-visibility” center_content=”no” last=”true” min_height=”” hover_type=”none” link=”” first=”true”][fusion_text]
Setiap tahunnya, dapat diperkirakan 1.5 – 4 dari 1000 kelahiran bayi baru lahir menderita cerebral palsy (CP) di dunia. Sedangkan di Indonesia, prevalensinya diprediksi 1 – 5 pada setiap 1000 kelahiran bayi. Istilah CP mengacu pada kondisi neurologis yang mempengaruhi koordinasi otot dan kemampuan berjalan, sehingga penderita akan mengalami kesulitan untuk menjaga keseimbangan dan berjalan (Salfi et al., 2019). Selain itu, penderita juga akan mengalami beberapa gangguan lainnya pada beberapa hal seperti sensasi, kognitif, komunikasi dan tingkah laku (Lv et al., 2021). Kondisi pada penderita ini disebabkan oleh tidak normalnya otak akibat gangguan selama terjadinya perkembangan otak di periode prenatal, natal dan post-natal. Meskipun begitu, penderita CP tidak mengalami perburukan kondisi dari waktu ke waktu (Salfi et al., 2019).
Pengobatan standar atau konvensional untuk penderita CP sejauh ini diberikan fisioterapi, terapi bicara, pemakaian alat bantu, intervensi farmakologis dan prosedur pembedahan. Namun, selama ini para peneliti tidak berhenti untuk terus mengembangkan pengobatan pada penderita CP. Salah satunya adalah terapi dengan sel punca yang diharapkan efektif terhadap penderita CP. Hal tersebut didukung oleh potensinya yang dapat berdiferensiasi atau mengubah dirinya menjadi beberapa jenis sel dan dapat migrasi kepada daerah yang dibutuhkan (Lv et al., 2021).
Hingga saat ini, sel punca telah banyak diaplikasikan di beberapa uji klinis pada penyakit neurologis (Duncan & Valenzuala, 2017; Burman et al., 2018) dan menunjukkan hasil yang efektif dan aman. Mekanisme efektivitas terapi sel punca untuk CP memungkinkan melibatkan beberapa hal yaitu sel punca yang telah masuk ke dalam tubuh diharapkan dapat berdiferensiasi menjadi sel neuron dan sel glial, serta menggantikan sel yang rusak. Kemudian, sel diharapkan dapat membangun kembali koneksi antar saraf tersebut. Sel punca diketahui menghasilkan sitokin, sehingga dapat memodulasi respon inflamasi dan mempertahankan kelangsungan hidup neuron dan menginduksi terjadinya angiogenesis (Lv et al., 2021).
Beberapa uji klinis telah menunjukkan keamanan dan efektivitas awal yang kecil namun signifikan meningkatkan fungsi gerak dari beberapa kandidat sel. Saat ini, banyak uji klinis CP (Gambar 1) yang sedang berlangsung namun masih ada data yang diterbitkan secara terbatas (Paton et al., 2021). Hasil dari beberapa uji klinis yang telah selesai menunjukan adanya peningkatan pada gerak fungsi kasar, kognitif dan beberapa gejala lainnya seperti salivasi, perubahan emosional dan kemampuan bicara. Beberapa perbaikan ini dapat dievaluasi dengan skala penelitian dan ada yang tidak. Selain itu, desain masing-masing uji klinis ini berbeda seperti jenis sel, dosis dan metode pemberian sel punca, serta latar belakang kondisi pasien (Lv et al., 2021).
Gambar 1. Jumlah Total Partisipan yang Mengikuti Uji Klinis Cerebral Palsy (Paton et al., 2021)
Oleh karena itu, masih diperlukannya lebih banyak uji klinis sebelum sel punca ditetapkan dalam praktik klinis. Terutama di Indonesia, dimana masih banyaknya individu yang kurang atau telat mengetahui informasi adanya uji klinis sel punca pada cerebral palsy. Saat ini, ProSTEM sedang mengembangkan pelaksanaan uji klinis sel punca untuk anak dengan CP yang bekerjasama dengan Rumah Sakit PON. Diharapkannya dengan adanya uji klinis sel punca pada penderita CP di Indonesia dapat membantu kemajuan pengobatan yang lebih optimal dan meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai uji klinis sel punca pada CP dapat diakses melalui link (https://prostem.co.id/uji-klinis-3/) atau dapat menghubungi melalui 021-2302629.
Reference
Burman J, Tolf A, Hägglund H, Askmark H. 2018. Autologous haematopoietic stem cell transplantation for neurological diseases. J Neurol Neurosurg Psychiatry 89:147-155.
Duncan T, Valenzuela M. 2017. Alzheimer’s disease, dementia, and stem cell therapy. Stem Cell Res Ther. 8:111.
Lv ZY, Li Y, Liu J. 2021. Progress in clinical trials of stem cell therapy for cerebral palsy. Neural Regeneration Research. 16(7): 1377-1382.
Salfi QN, Saharso D, Atika. 2019. Profile of cerebral palsy in dr. soetomo general hospital Surabaya, Indonesia. Biomolecular and Health Science Journal. 02(01): 13-16.
Paton MCB, Edmondson MF, Fahey MC, London J, Badawi N, Novak I. 2021. Fifteen years of human research using stem cells for cerebral palsy: a review of the research landscape. Journal of Paediatrics and Child Health. 59: 295-296.
[/fusion_text][fusion_youtube id=”https://youtu.be/lAuK7iQplOQ” alignment=”” autoplay=”false” api_params=”” hide_on_mobile=”small-visibility,medium-visibility,large-visibility” class=”” css_id=”” /][/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]