Penyakit hemofilia merupakan salah satu penyakit kelainan darah yang diturunkan sejak lahir, akan tetapi seseorang dengan hemofilia jarang yang terdiagnosis dini. Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku secara normal dengan sendirinya. Meskipun kasus hemofilia jarang tejadi, kasus ini merupakan salah satu kasus serius [1]. Â Berdasarkan Annual Global Survey Data dari World Federation Of Hemophilia (WFH), pada tahun 2013 di Indonesia terdapat sebanyak 1600 kasus hemofilia. Meskipun begitu, angka tersebut masih dibawah jumlah kasus penyakit diabetes, stroke, kanker, dan thalasemia[2,3].
Hemofilia terjadi karena adanya mutasi salah satu protein faktor pembekuan darah yaitu faktor VIII maupun faktor IX, sehingga darah sulit untuk melakukan pembekuan secara normal. Ada dua macam hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Kasus yang paling sering terjadi adalah hemofilia A. Sekitar 85% penderita  hemofilia A hanya memiliki jumlah faktor VIII yang sedikit yaitu sekitar 1 % atau bahkan tidak memiliki faktor VIII protein pembeku darah[1,4].  Selain dapat mengalami perdarahan yang cukup lama, penderita hemofilia kebanyakan mengalami perdarahan di bawah kulit seperti luka memar karena suatu benturan atau memar yang disebabkan karena adanya aktivitas yang berat, seperti pada lutut, pergelangan kaki ataupun siku tangan. Perdarahan ini dapat merusak organ dan jaringan yang tentu saja membahayakan bagi tubuh[1,3].
Beberapa pengobatan yang dilakukan untuk menangani hemofilia seperti pemberian obat-obatan dan injeksi hormon untuk membantu produksi faktor pembekuan darah sudah banyak dilakukan, akan tetapi sistem pengobatan ini harus dilakukan terus menerus sehingga membutuhkan biaya yang mahal[5]. Saat ini peneliti sedang mengembangkan terapi yang disebut dengan terapi gen atau terapi sel. Dalam hal ini penggunaan sel punca memberikan hasil yang positif setelah diujicobakan terhadap hewan coba dimana sel punca hematopoietik (Hematopoietic Stem Cells/HSC) dimodifikasi untuk mengekspresikan faktor VIII atau faktor IX protein pembeku darah. Uji klinis penggunaan sel punca untuk terapi hemofilia pada manusia masih terus dikembangkan dengan harapan mendapatkan pengobatan terbaik bagi penderita penyakit tersebut[6,7,8].
Reference :
- National Institute of Health (NIH). National Heart, Lung, and Blood Institute. What is Hemophilia
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/hemophilia - World Federation of Hemophilia (WFH). Annual Global Survey Data 2013. Total patients per country. http://www1.wfh.org/GlobalSurvey/Public_AGS/AGS_Bleeding_Disorders_Year_EN.aspx
- Kementrian kesehatan Republik Indonesia. Penyakit Katastropik. http://www.depkes.go.id/article/view/14122200001/kebanyakan-peserta-jkn-mandiri-miliki-penyakit-katastropik.html
- American Society of Gene & Cell Therapy. Hemophilia
http://www.asgct.org/general-public/educational-resources/gene-therapy-and-cell-therapy-for-diseases/hemophilia - National Institute of Health (NIH). National Heart, Lung, and Blood Institute. How is Hemophilia Treated
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/hemophilia/treatmen - Ide L.M et al. Hematopoietic stem-cell gene therapy of hemophilia A incorporating a porcine factor VIII transgene and nonmyeloablative conditioning regimens. Blood. 2007 Oct ; 110(8): 2855–2863.
- Liras A., Segovia C., and Gaban AS. Advanced therapies for the treatment of hemophilia: future perspectives. Orphanet J Rare Dis. 2012; 7: 97.
- Moayeri M., Hawley TS., and Hawley RG. Correction of Murine Hemophilia a by Hematopoietic Stem Cell Gene Therapy. Molecular Therapy. 2005 ; 12. 1034–1042