Stem Cell untuk Thalassemia

Tahukah anda bahwa WHO di tahun 2020 menyatakan penduduk dunia mempunyai gen thalassemia kurang lebih 7% dan kejadian tertinggi mencapai 40% terdapat di negara-negara Asia1. Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki prevalensi pembawa gen thalassemia mencapai sekitar 3,8% dari seluruh populasi. Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan, terjadi peningkatan kasus thalassemia sejak tahun 2012 (4896 kasus) hingga tahun 2018 (8761 kasus)2. Thalassemia perlu diwaspadai karena merupakan penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak dan keturunannya.

Penyakit ini disebabkan karena berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin (rantai globin), hal ini menyebabkan sel darah merah mudah pecah dan terjadi gangguan transfer oksigen dalam darah yang berujung pada anemia.  Kerusakan sel darah merah dapat terjadi karena kelainan pada hemoglobin memicu pembentukan zat besi berlebih pada tubuh. Sementara kekurangan oksigen disebabkan karena perubahan bentuk sel darah merah sehingga tidak mampu membawa oksigen untuk seluruh tubuh. Penderita thalassemia mengalami beberapa gejala umum seperti kelelahan, pusing, kesulitan bernapas, penyakit kuning, kulit yang pucat hingga pembengkakan organ3.

Gambar 1. Patofisiologi Thalassemia Alfa dan Beta hingga terjadinya Ineffective Erythropoiesis dan Hemolysis

(Elizer & Patricia, 2011)

 

Terdapat dua tipe thalassemia yaitu alfa dan beta thalassemia, yang diambil dari nama rantai protein yang mengalami kelainan. Thalassemia beta atau yang lebih dikenal thalassemia mayor dapat diketahui sejak bayi dan para penderitanya membutuhkan transfusi darah terus menerus seumur hidupnya4. Jika tidak ditangani dengan baik, pasien thalassemia mayor dapat mengalami penumpukan zat besi yang berujung pada kerusakan organ jantung, liver, sistem endokrin maupun kematian3.

Dalam menangani thalassemia mayor, beberapa opsi terapi lain telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah dengan terapi gen dan transplantasi sel punca hematopoietic allogenic. Metode transplantasi sel punca disebutkan memiliki tingkat keberhasilan 90% jika diberikan sebelum komplikasi penumpukan zat besi muncul5. Namun, diperlukan tingkat kecocokan antara donor sel punca dan pasien yang dikenal dengan HLA-match. Donor tersebut bias diperoleh dari saudara kandung maupun orang lain yang telah dicek terlebih dahulu kecocokan HLA.  Berdasarkan hal tersebut, transplantasi alogenik sel punca hematopoietic memerlukan tambahan obat untuk menurunkan sistem imun tubuh untuk meminimalisir penolakan dari tubuh pasien terhadap sel punca yang diinjeksikan.

Cara lain untuk meminimalisir efek samping dari transplantasi adalah mengkultur sel punca hematopoietic dengan sel punca mesenkimal yang diketahui tidak mengekspresikan MHC Class II. Uji klinis selama 10 tahun yang dilakukan oleh Rostami et al menunjukkan bahwa pasien yang telah ditransplantasi sel punca hematopoietic dan dilanjutkan dengan terapi sel punca mesenkimal memiliki nilai Overall Survival (OS) yang lebih baik dari grup kontrol. Namun, pemberian sel punca mesenkimal pada studi ini belum menunjukan perbaikan yang signifikan terhadap fibrosis hati, salah satu gejala pasca transplantasi sel punca hematopoietic6. Untuk itu diperlukan studi lebih lanjut dan jumlah sampel yang lebih besar untuk melihat efektivitas dan efikasi dari pemberian sel punca mesenkimal dalam menangani thalassemia.

  1. Mengenal Penyakit Thalassemia: Gejala, Penyebab hingga Faktor Risiko – Tirto.ID
  2. Hari Talasemia Sedunia 2019 : Putuskan Mata Rantai Talasemia Mayor – Direktorat P2PTM (kemkes.go.id)
  3. Thalassemia Blood Disorder: Symptoms, Treatments, Tests & Recovery (clevelandclinic.org)
  4. Thalassemia (FAQ) – Direktorat P2PTM (kemkes.go.id)
  5. Cure for thalassemia major – from allogeneic hematopoietic stem cell transplantation to gene therapy (nih.gov)
  6. The effect of bone marrow-derived mesenchymal stem cell co-transplantation with hematopoietic stem cells on liver fibrosis alleviation and survival in patients with class III β-thalassemia major | Stem Cell Research & Therapy | Full Text (biomedcentral.com)
  7. Eliezer A. Rachmilewitz,Patricia J. Giardina. 2011. How I Treat Thalassemia. Blood. 118 (13) : 3479-3488.

Informasi Lainnya

Artikel
Standarisasi Bahan Produksi dalam Proses Pengelolaan untuk Menjaga Kualitas Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu elemen paling krusial dalam industri, karena kualitas bahan baku akan ...
Artikel
Inovasi Pengobatan untuk Penyakit Degeneratif Makula: Keberhasilan Uji Klinis Stem Cell untuk Retinitis Pigmentosa
Inovasi pengobatan degeneratif makula terus menjadi fokus para klinis spesialis mata, salah satunya yaitu stem ...
Berita
ProSTEM Sebagai Pelopor Laboratorium Penunjang Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Prodia StemCell Indonesia telah menjadi Laboratorium Penyimpanan, Pemrosesan, Pengolahan, Penelitian serta Pengaplikasian Klinis Stem Cell ...
Berita
Kembangkan Terapi Regeneratif untuk Stroke, Prodia StemCell Gandeng BRIN
  Terapi regeneratif untuk stroke tengah menjadi perhatian khusus di dunia kesehatan. Pasalnya stroke merupakan ...
Artikel
Personalized Medicine: Terapi Berbasis Sel
Personalized Medicine: Pendekatan Menggunakan Terapi Berbasis Sel   Personalized medicine Personalized medicine menggunakan terapi berbasis ...
Stem cell untuk Kebotakan
Artikel
Atasi Kebotakan dengan Stem Cell
Pengobatan Menjanjikan Mengembalikan Rambut yang Hilang dengan Stem Cell dan Secretome Atasi kebotakan dengan stem ...
Scroll to Top