Walaupun telah ditemukan sejak tahun 1998, baru sekitar 10 tahun belakangan ini perkembangan riset sel punca mulai maju. Sayangnya, dibandingkan dengan negara lain, pengetahuan sel punca di Indonesia lebih terlambat. Hal ini terutama disebabkan dengan permasalahan etika yang pada awalnya muncul dan menghambat pemanfaatan sel punca. Pertimbangan etika ini didasarkan proses pengambilan sel punca di awal yang harus diekstraksi langsung dari sumbernya yakni sel embrio manusia. Proses ini pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin dan dengan begitu dianggap tidak etis untuk dilakukan. Namun begitu, di negara-negara barat seperti di Eropa, pemanfaatan sel punca memiliki hukumnya sendiri dan selama dilaksanakan sesuai dengan kode etik yang berlaku, dapat dengan mudah dilaksanakan. Berbeda dengan itu, di negara barat yang memiliki hukum lebih fleksibel, penelitian sel punca didorong dan didukung oleh pemerintah. Di Indonesia sendiri dukungan ini diberikan dalam bentuk Peraturan Presiden yang dikeluarkan pada beberapa tahun belakang ini. Biaya dan fasilitas yang terbatas juga menjadi faktor besar dalam lambatnya perkembangan penelitian sel punca, sebab dibandingkan penelitian lain, sel punca memang memiliki standarisasi proses yang jauh lebih rumit dan membutuhkan peralatan khusus yang belum dapat diproduksi dalam negara.Â
Namun begitu, dengan semakin kuatnya hubungan diplomasi antar Indonesia dengan negara-negara maju, perkembangan riset sel punca dalam negeri sudah sangat meningkat. Salah satunya adalah BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) sebagai institusi negara, berkomitmen dalam mendorong kemajuan penelitian dengan memfasilitasi dan menyediakan dana serta wadah riset dan inovasi sel punca. Sejumlah rumah sakit di Indonesia juga melakukan penelitian tentang sel punca dengan prosedur operasi standar yang berbeda tergantung pada kemampuan tiap rumah sakit.Di antaranya seperti Rumah Sakit Ciptomangunkusumo oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), maupun universitas lain termasuk Institut Pertanian Bogor (IPB), Universita Padjajaran (UNPAD), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan lainnya.Â
Sebagai respons terhadap pandemi COVID-19, riset sel punca dalam negeri juga dilakukan untuk menjadi alternatif terapi efek samping dari penyakit tersebut seperti gejala pernafasan akut atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Produk tersebut bahkan diteruskan hingga mendapatkan izin dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) dan dilakukannya uji klinis . Selain itu, perusahaan penghasil produk komersial terapi berbasis sel punca juga sudah mulai banyak. Dari yang dulunya masih hanya berupa lembaga riset, sekarang dengan adanya bantuan pemerintah serta dasar hukum yang jelas, dapat mulai membentuk produk yang dapat diakses dengan mudah. Di antaranya, ProStem sebagai sister company dari PT.Prodia yang berfokus pada riset sel punca, memiliki dua produk utama yakni USEPro dan MeSCPro. Kedua produk ini dapat digunakan atas dasar rekomendasi dan di bawah pengawasan dokter yang terdaftar.Â
Referensi
https://www.antaranews.com/berita/2709297/brin-dorong-akselerasi-riset-sel-punca-di-indonesia
https://prostem.co.id/perkembangan-penelitian-sel-punca-di-dunia-dibandingkan-di-indonesia/
https://brin.go.id/news/99579/brin-akselerasi-riset-sel-punca-di-indonesiaÂ